Dasar molekular dalam metabolisme obat: Bagaimana marka molekuler dapat mempengaruhi efektifitas obat
30 July 2025
30 Jul Dasar molekular dalam metabolisme obat: Bagaimana marka molekuler dapat mempengaruhi efektifitas obat
Sebelum kita membahas bagaimana marka molekuler dapat mempengaruhi efektivitas obat yang kita gunakan, penting bagi kita untuk terlebih dahulu memahami bagaimana tubuh memproses obat tersebut—yaitu melalui mekanisme yang dikenal sebagai farmakokinetika. Farmakokinetika menjelaskan perjalanan obat dalam tubuh, mulai dari saat obat dikonsumsi, diserap ke dalam aliran darah, didistribusikan ke jaringan target, dimetabolisme (biasanya di hati), hingga akhirnya dieliminasi melalui ginjal atau saluran empedu. Pemahaman terhadap proses ini menjadi dasar penting dalam menelusuri mengapa respons terhadap obat bisa sangat bervariasi antara satu individu dan individu lainnya.
Selain farmakokinetika, kita juga perlu memahami konsep farmakodinamik, yaitu bagaimana obat memberikan efek biologis di dalam tubuh. Jika farmakokinetika menjawab pertanyaan “apa yang dilakukan tubuh terhadap obat”, maka farmakodinamik menjawab “apa yang dilakukan obat terhadap tubuh”. Farmakodinamik mencakup interaksi obat dengan reseptor, enzim, atau molekul target lain yang menghasilkan respons terapeutik atau efek samping. Kedua konsep ini saling terkait erat dan menjadi kunci dalam menentukan dosis optimal, efektivitas, dan keamanan suatu terapi obat. Marka molekuler adalah titik awal dalam pendekatan personalized medicine. Marka ini umumnya berupa variasi genetik (polimorfisme) yang terdapat pada gen-gen pengkode enzim metabolisme obat. Salah satu sistem enzim metabolisme paling penting dalam tubuh manusia adalah Cytochrome P450 (CYP450)—kelompok enzim yang terutama ditemukan di hati dan bertanggung jawab terhadap metabolisme lebih dari 70% obat yang beredar di pasaran.
Meskipun keluarga CYP450 terdiri dari lebih dari 50 jenis enzim, enam di antaranya (CYP1A2, CYP2C9, CYP2C19, CYP2D6, CYP2E1, dan CYP3A4) menyumbang lebih dari 90% aktivitas metabolisme obat.


Menariknya, setiap individu memiliki kemampuan metabolisme obat yang berbeda-beda, tergantung pada profil genetiknya. Perbedaan ini dikelompokkan ke dalam beberapa tipe fenotipe metabolisme, yang menggambarkan seberapa cepat atau lambat tubuh memetabolisme suatu obat. Fenotipe ini berperan besar dalam menentukan efektivitas maupun risiko efek samping dari obat yang digunakan:
🧬 Ultrarapid Metabolizer (UM) : Individu dengan tipe ini memiliki aktivitas enzim yang sangat tinggi, sehingga obat dimetabolisme terlalu cepat. Akibatnya, kadar obat dalam darah bisa menurun sebelum sempat memberikan efek terapeutik yang optimal. Dalam kasus obat pro-drug, metabolisme yang terlalu cepat justru bisa menghasilkan kadar metabolit aktif yang berlebihan, meningkatkan risiko toksisitas.
🧬 Extensive Metabolizer (EM) : Ini merupakan fenotipe metabolisme yang dianggap “normal”. Individu dalam kelompok ini biasanya menunjukkan respons obat yang sesuai dengan yang diperkirakan dari studi klinis.
🧬 Intermediate Metabolizer (IM) : Aktivitas enzim dalam kelompok ini lebih rendah dari normal, sehingga obat dimetabolisme lebih lambat. Hal ini bisa menyebabkan akumulasi obat atau efek terapeutik yang tertunda.
🧬 Poor Metabolizer (PM) : Individu dengan tipe ini memiliki aktivitas enzim yang sangat rendah atau bahkan tidak ada. Obat yang seharusnya dimetabolisme akan bertahan lebih lama dalam tubuh, berpotensi menimbulkan efek samping yang serius akibat kadar obat yang terlalu tinggi. Sebaliknya, jika obat tersebut berupa pro-drug, maka tidak akan diubah menjadi bentuk aktif, sehingga tidak efektif.
Di antara enzim-enzim ini, beberapa memiliki variasi genetik yang sangat signifikan dan berdampak langsung terhadap kecepatan metabolisme obat:
- CYP2D6: Terlibat dalam metabolisme antidepresan, antipsikotik, beta-blocker, dan opioid seperti codeine. Memiliki lebih dari 100 variasi alel yang dapat menentukan apakah seseorang termasuk ultrarapid, intermediate, atau poor metabolizer.
- CYP2C9: Berperan dalam metabolisme warfarin, NSAID, dan antiepilepsi seperti phenytoin. Variasi pada gen ini dapat menyebabkan peningkatan risiko perdarahan jika tidak disesuaikan dosisnya.
- CYP2C19: Mengaktifkan obat pro-drug seperti clopidogrel (obat antiplatelet). Polimorfisme di gen ini sangat memengaruhi keberhasilan terapi, terutama pada pasien penyakit jantung koroner.
Variasi genetik pada enzim CYP450 menyebabkan perbedaan besar dalam konsentrasi obat di dalam tubuh—yang pada akhirnya berdampak pada efektivitas pengobatan dan risiko efek samping.
Contoh Kasus:
Warfarin: Polimorfisme pada CYP2C9 dan VKORC1 dapat menyebabkan pasien membutuhkan dosis yang jauh lebih rendah. Tanpa pengujian genetik, pasien berisiko mengalami perdarahan serius.

Codeine: Pro-drug yang diubah menjadi morfin oleh CYP2D6. PM tidak bisa mengubah codeine menjadi morfin untuk jumlah yang banyak, akibatnya efikasi obat menurun dan tidak terjadi pengurangan rasa sakit.

Pemahaman terhadap dasar molekular dalam metabolisme obat sangat penting untuk menghindari kegagalan terapi dan efek samping yang berbahaya. Farmakogenomik menawarkan masa depan pengobatan yang lebih personal, aman, dan efektif. Di masa depan, tes genetik mungkin akan menjadi bagian standar dari resep obat, membuka jalan menuju era pengobatan presisi yang sesungguhnya.
Source:
Greule, Anja & Stok, Jeanette & Voss, James & Cryle, Max. (2018). Unrivalled diversity: the many roles and reactions of bacterial cytochromes P450 in secondary metabolism. Natural product reports. 35. 10.1039/c7np00063d.
- Kualitas Genetik Sel Telur Tetap Terjaga: Studi Penn State Tantang Paradigma Lama Reproduksi Wanita
“Cepat menikah, nanti kalau sudah tua susah punya anak,” Kalimat itu sering didengar… - Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Peran Vital Primer dalam Keberhasilannya
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah salah satu inovasi terbesar dalam biologi molekuler, ditemukan… - Down Syndrome: Memahami Trisomi 21 dan Potensi Perubahan Melalui Sains
Trisomi 21, atau yang lebih dikenal sebagai Down Syndrome, merupakan kelainan genetik yang… - Dasar molekular dalam metabolisme obat: Bagaimana marka molekuler dapat mempengaruhi efektifitas obat
Sebelum kita membahas bagaimana marka molekuler dapat mempengaruhi efektivitas obat yang kita gunakan,… - Membongkar Kompleksitas Penyakit Neurodegeneratif: Teknologi In Vitro dan Harapan Baru dari Dunia Riset
Penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer, Parkinson, dan ALS mungkin terdengar berbeda, tapi mereka punya…