Kualitas Genetik Sel Telur Tetap Terjaga: Studi Penn State Tantang Paradigma Lama Reproduksi Wanita
21 October 2025
21 Oct Kualitas Genetik Sel Telur Tetap Terjaga: Studi Penn State Tantang Paradigma Lama Reproduksi Wanita
“Cepat menikah, nanti kalau sudah tua susah punya anak,”
Kalimat itu sering didengar wanita, hal ini disebabkan kepercayaan kita terhadap kesuburan wanita yang menurun seiring usia.Selain karena wanita terlahir dengan jumlah sel telur yang terbatas dan jumlah tersebut berkurang setiap siklus menstruasi, terdapat anggapan umum bahwa seiring bertambahnya usia, kualitas sel telur menurun. Penurunan kualitas ini sering dikaitkan dengan meningkatnya risiko gangguan kromosom yang dapat menyebabkan keguguran spontan maupun kelainan genetik seperti Down syndrome. Secara biologis, hal ini diduga terjadi karena proses pematangan oosit yang berlangsung dalam jangka waktu puluhan tahun dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kesalahan pembelahan kromosom (nondisjunction) atau akumulasi kerusakan seluler yang mempengaruhi kemampuan sel telur untuk dibuahi dan berkembang menjadi embrio yang sehat. Berbeda dengan pria yang dapat memproduksi sel sperma baru sepanjang hidupnya, wanita dilahirkan dengan jumlah oosit yang terbatas dan tidak dapat memperbaruinya. Akibatnya, kapasitas reproduksi wanita memiliki batas biologis yang lebih jelas, seringkali dipersepsikan memiliki “masa kadaluarsa”. Kondisi ini menimbulkan tekanan sosial dan budaya bagi banyak wanita untuk menikah atau memiliki anak pada usia yang dianggap “ideal”, agar tidak melewati masa subur dan tetap memiliki peluang reproduksi yang optimal.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim dari Pennsylvania State University berjudul “Allele frequency selection and no age-related increase in human oocyte mitochondrial mutations” telah menantang pandangan umum mengenai adanya “masa kedaluwarsa” pada kesuburan wanita. Studi ini menunjukkan bahwa meskipun wanita memang terlahir dengan jumlah sel telur yang terbatas dan jumlah tersebut menurun seiring waktu, usia tidak secara langsung memengaruhi kualitas genetik sel telur, khususnya dari sisi mutasi DNA mitokondria. Temuan ini mengindikasikan bahwa sel telur manusia memiliki mekanisme perlindungan alami terhadap kerusakan genetik yang biasanya terjadi seiring proses penuaan, sehingga tetap mampu mempertahankan integritasnya hingga usia reproduktif lanjut.
Tidak Ada Peningkatan Mutasi Mitokondria pada Sel Telur Wanita Seiring Usia
Mitokondria dikenal sebagai “pembangkit energi” sel karena berperan penting dalam menghasilkan adenosin trifosfat (ATP) melalui proses fosforilasi oksidatif. Organela ini memiliki materi genetiknya sendiri yang disebut DNA mitokondria (mtDNA), yang diwariskan secara maternal atau hanya melalui garis keturunan ibu. Mutasi pada mtDNA telah dikaitkan dengan berbagai penyakit metabolik, degeneratif, dan gangguan fungsi seluler. Berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa seiring bertambahnya usia, sel-sel somatik, seperti darah dan jaringan tubuh lainnya, cenderung mengalami peningkatan jumlah mutasi mtDNA. Namun, masih menjadi pertanyaan apakah pola serupa juga terjadi pada sel telur (oosit), yang memiliki peran fundamental dalam meneruskan materi genetik ke generasi berikutnya.
Dalam penelitian ini, para ilmuwan menganalisis 80 oosit tunggal serta sampel darah dan saliva yang diperoleh dari 22 wanita berusia antara 20 hingga 42 tahun. Untuk memastikan akurasi tinggi dalam mendeteksi perubahan genetik, mereka menggunakan metode duplex sequencing, sebuah teknik sekuensing yang mampu membedakan mutasi sejati (true mutations) dari kesalahan teknis yang dapat muncul selama proses amplifikasi dan pembacaan DNA. Melalui pendekatan ini, peneliti berhasil mengidentifikasi mutasi langka pada DNA mitokondria (mtDNA) dengan tingkat keandalan dan resolusi yang belum pernah dicapai dalam studi sebelumnya.

Hasil utama
Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi mutasi DNA mitokondria meningkat seiring bertambahnya usia pada jaringan somatik, seperti darah dan saliva. Temuan ini konsisten dengan konsep biologis bahwa sel-sel tubuh mengalami akumulasi kerusakan genetik seiring proses penuaan. Menariknya, pola serupa tidak ditemukan pada oosit manusia. Baik pada kelompok wanita muda (20–29 tahun) maupun yang lebih tua (35–42 tahun), tingkat mutasi mtDNA relatif stabil, menandakan bahwa sel telur memiliki mekanisme perlindungan terhadap kerusakan DNA mitokondria akibat penuaan.
Lebih lanjut, analisis menunjukkan bahwa sebagian besar mutasi terlokalisasi pada wilayah non-koding (D-loop), bukan pada gen-gen yang berperan penting dalam fungsi mitokondria. Pola ini mengindikasikan adanya tekanan seleksi alami (purifying selection) yang secara efektif menyingkirkan mutasi berpotensi merugikan di area fungsional penting. Selain itu, mutasi dengan frekuensi tinggi lebih sering ditemukan di wilayah yang tidak esensial, memperkuat hipotesis bahwa mekanisme seleksi purifikasi berperan aktif dalam menjaga integritas genetik oosit manusia.
Temuan ini memberikan harapan bahwa kualitas genetik sel telur manusia tetap terjaga seiring usia reproduktif, meskipun sel-sel lain dalam tubuh mengalami penuaan genetik.
Hal ini dapat menjelaskan mengapa sebagian besar penyakit mitokondria yang diwariskan tidak meningkat drastis pada anak dari ibu yang berusia lebih tua.
Selain itu, studi ini juga menunjukkan bahwa mekanisme seleksi pada tingkat mitokondria membantu mencegah penumpukan mutasi yang merugikan pada garis keturunan manusia.
- Kualitas Genetik Sel Telur Tetap Terjaga: Studi Penn State Tantang Paradigma Lama Reproduksi Wanita
“Cepat menikah, nanti kalau sudah tua susah punya anak,” Kalimat itu sering didengar… - Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Peran Vital Primer dalam Keberhasilannya
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah salah satu inovasi terbesar dalam biologi molekuler, ditemukan… - Down Syndrome: Memahami Trisomi 21 dan Potensi Perubahan Melalui Sains
Trisomi 21, atau yang lebih dikenal sebagai Down Syndrome, merupakan kelainan genetik yang… - Dasar molekular dalam metabolisme obat: Bagaimana marka molekuler dapat mempengaruhi efektifitas obat
Sebelum kita membahas bagaimana marka molekuler dapat mempengaruhi efektivitas obat yang kita gunakan,… - Membongkar Kompleksitas Penyakit Neurodegeneratif: Teknologi In Vitro dan Harapan Baru dari Dunia Riset
Penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer, Parkinson, dan ALS mungkin terdengar berbeda, tapi mereka punya…