Resistensi Obat HIV, Fakta-Fakta yang Perlu Kamu Tahu

Resistensi Obat HIV, Fakta-Fakta yang Perlu Kamu Tahu

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa pada akhir tahun 2021, sekitar 75% (28,7 juta) pasien HIV menerima terapi antiretroviral (ART). Pada saat yang sama, peningkatan tingkat resistensi obat ARV telah diamati [1]. Resistensi ARV memiliki kemungkinan berkembang lebih tinggi pada pasien yang tidak mengikuti terapi ARV yang dioptimalkan sehingga gagal menekan viral load.

Apa itu HIV yang resisten terhadap obat/HIV drug resistance (HIVDR)?

HIVDR mengacu pada mutasi dalam genom virus yang mengubah kerentanan virus terhadap obat antiretroviral (ARV), hal ini mengakibatkan penekanan replikasi virus kurang optimal dan kegagalan pengobatan. Mutasi yang menyebabkan resistensi obat biasanya terletak di dalam protein virus yang ditargetkan oleh obat. Mutasi virus dapat menyebabkan resistensi terhadap banyak obat atau semua obat dalam kelas obat yang sama.

HIVDR dapat mengakibatkan peningkatan penularan infeksi HIV dan morbiditas serta mortalitas terkait HIV [1].

Bagaimana terbentuk HIVDR?

HIV memiliki tingkat replikasi yang tinggi dan, seperti kebanyakan virus RNA, tidak memiliki mekanisme proofreading. Faktor-faktor ini membantu virus mengembangkan mutasi resistensi, terutama pada pasien yang diobati dengan obat tunggal. Terapi tiga obat, yang diperkenalkan pada tahun 1995, diyakini dapat menekan munculnya resistensi, karena virus perlu membuat beberapa mutasi (dalam gen terpisah) secara bersamaan [2]. Namun, HIV bisa mengembangkan resistensi multi-obat bahkan pada tingkat replikasi yang rendah.

Resistensi obat dapat muncul sebelum pengobatan, atau berkembang selama pengobatan:

– Pretreatment Drug Resistance (PDR) adalah HIVDR terdeteksi pada individu yang memulai ART terlepas dari paparan obat ARV sebelumnya. Resistensi obat yang ditularkan adalah bentuk PDR di mana seseorang memperoleh jenis HIV yang sudah resisten terhadap obat ARV.

– Acquired Drug Resistance (ADR) terjadi ketika jenis HIV yang resisten terhadap obat muncul saat seseorang menggunakan ART untuk pengobatan infeksi HIV.

Gen pol mengkodekan enzim yang diperlukan untuk replikasi dan berfungsi sebagai target obat antiretroviral. Protease (PR), reverse transcriptase (RT), dan integrase (IN) adalah enzim kunci yang dapat mengembangkan mutasi HIVDR.

WHO menekankan bahwa “semua obat antiretroviral, termasuk yang berasal dari kelas obat yang lebih baru, berisiko menjadi tidak aktif sebagian atau seluruhnya karena munculnya virus yang resisten terhadap obat” [1].

Menguji kegagalan virologi/ virological failure (VF)

Kegagalan virologi / virological failure (VF) terjadi ketika pengobatan antivirus gagal untuk menjaga viral load di bawah ambang batas yang ditentukan (dinyatakan dalam copy/mL). VF dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain kepatuhan konsumsi obat sesuai resep yang kurang optimal, intoleransi obat, dan adanya atau munculnya resistensi obat [3]. Oleh karena itu dianjurkan untuk memantau tingkat RNA HIV dari waktu ke waktu untuk memastikan penekanan virus tercapai dan dipertahankan. Tes viral load (VL) digunakan untuk mengukur titer virus.

Deteksi resistensi ARV/ Deteksi HIVDR

Untuk pasien yang ikut dalam program ART dan mengalami kegagalan virologis, tes terhadap  HIVDR dapat memastikan ADR dan membantu mengubah regimen terapeutik mereka. Untuk pasien yang memulai pengobatan, tes HIVDR dapat menilai apakah ada PDR dan membantu memilih obat ARV yang sesuai untuk  penekan viral load [4]. Program surveilans dapat membantu memberikan perkiraan prevalensi tingkat populasi HIVDR dan data yang diperoleh dapat digunakan menjadi acuan dalam menyusun pedoman pengobatan. Detail tambahan tersedia [6].

Obat ARV dibagi menjadi beberapa kelas obat berdasarkan mekanisme molekuler dan profil resistensinya:

HIVDR dapat ditentukan dengan menggunakan tes fenotipik dan genomik:

Summary

HIVDR menurunkan efektivitas obat antiretroviral, hal ini menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas terkait HIV. Dalam pencegahan resistensi ARV, akses dan komitmen terhadap ART yang optimal sangat penting. Tes viral load membantu memantau keberhasilan pengobatan, dan deteksi HIV yang memiliki resistensi ARV membantu mengoptimalkan regimen obat ARV. Program surveilans tingkat populasi HIV, untuk mengumpulkan informasi tentang HIVDR pada populasi yang berbeda, merupakan salah satu langkah utama untuk mendukung target PBB untuk mengakhiri epidemi AIDS pada tahun 2030.

Untuk surveilans HIVDR, WHO merekomendasikan “untuk melakukan genotype pada region integrase HIV, region reverse-transcriptase dan protease” [5].

References

1. World Health Organization (2022) HIV drug resistance. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hiv-drug-resistance

2. Hammer SM, Squires KE, Hughes MD et al. (1997) A controlled trial of two nucleoside analogues plus indinavir in persons with human immunodeficiency virus infection and CD4 cell counts of 200 per cubic millimeter or less. N Engl J Med 337:725–733.

3. Clinicalinfo.HIV.gov (2022) Guidelines for the use of antiretroviral agents in adults and adolescents with HIV. Management of the treatment-experienced patient.

https://clinicalinfo.hiv.gov/en/guidelines/hiv-clinical-guidelines-a.dult-and-adolescent-arv/virologic-failure

4. Clinicalinfo.HIV.gov (2022) Guidelines for the use of antiretroviral agents in adults and adolescents with HIV. Laboratory testing.

https://clinicalinfo.hiv.gov/en/guidelines/hiv-clinical-guidelines-adult-and-adolescent-arv/drug-resistance-testing

5. World Health Organization (2022) Global HIV programme.

https://www.who.int/teams/global-hiv-hepatitis-and-stis-programmes/hiv/treatment/hiv-drug-resistance/global-action-plan-and-strategy-on-hiv-drug-resistance

6. Johns Hopkins Medicine (2021) Johns Hopkins HIV guide. Resistance testing: genotype. https://www.hopkinsguides.com/hopkins/view/Johns_Hopkins_HIV_Guide/545177/all/Resistance_testing:_genotype.

  • Menjaga yang Tak Terlihat: Tantangan dan Terobosan dalam Sterilitas Terapi Sel
    Produksi terapi sel, terutama seperti CAR-T, merupakan proses kompleks dan sangat sensitif terhadap kontaminasi mikroba. Keberhasilan terapi tidak hanya ditentukan oleh efikasi biologis, tetapi juga oleh seberapa steril dan aman produk yang diberikan ke pasien. Dalam konteks ini, pengujian kesterilan menjadi elemen krusial dalam memastikan…
  • Genomic Breeding untuk Tanaman, Mulai Dari Mana?
    Sebelumnya, kita telah membahas bagaimana pemuliaan tanaman berperan penting dalam menghasilkan varietas unggul dengan sifat-sifat yang diinginkan, seperti tahan penyakit, produktivitas tinggi, atau adaptif terhadap perubahan iklim. Seiring kemajuan ilmu pengetahuan, kini proses pemuliaan tidak lagi terbatas pada metode konvensional. Berkat perkembangan teknologi genomik, kita…
  • Benih Masa Depan: Inovasi Genetik dalam Pemuliaan Tanaman
    Seperti yang kita tahu melalui hukum mendel bahwa sifat dapat diwariskan. Eksperimennya menyilangkan kacang polong menunjukkan bahwa sifat-sifat tanaman diturunkan dari induk melalui “faktor pewarisan” (yang sekarang kita kenal sebagai gen). Hukum Mendel ini menjadi pondasi penting dalam semua praktik pemuliaan tanaman hingga sekarang. Pemuliaan…
  • GMO, amankah untuk kita?
    Organisme Hasil Rekayasa Genetik (GMO) dalam Agrikultur Modern Perkembangan lebih lanjut dari teknologi genomika telah memungkinkan diciptakannya Organisme Hasil Rekayasa Genetik, atau GMO (Genetically Modified Organism). GMO adalah organisme yang materi genetiknya telah dimodifikasi secara sengaja menggunakan teknik rekayasa genetik modern, seringkali dengan cara menyisipkan…
  • Lung Organoids: Inovasi dalam Penelitian Penyakit Paru dan Pengembangan Obat
    Dalam dunia penelitian biologi, model organoid semakin populer karena mampu meniru struktur dan fungsi jaringan asli dalam tubuh manusia. Salah satu model yang menarik perhatian adalah organoid paru, yang dikembangkan dari sel epitel paru manusia dalam kondisi khusus agar bisa membentuk struktur 3D yang menyerupai…