Bagaimana Mutasi dapat menyebabkan kanker? Mekanisme Biologi Molekuler Kanker

Bagaimana Mutasi dapat menyebabkan kanker? Mekanisme Biologi Molekuler Kanker

Sebelumnya kita telah mempelajari tentang bagaimana kanker dapat terbentuk. Kanker terjadi akibat perubahan genetik pada berbagai jenis gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel. Berbagai jenis aberasi genetik yang menyebabkan kanker meliputi, Translokasi, Copy number variants (CNVs), Insersi dan delesi (indels), Single nucleotide variants (SNV). Selengkapnya, anda dapat membaca di link berikut: Enigma Saintia Solusindo | Mengenal Biologi Molekuler Kanker: Dari Mekanisme hingga Pengobatan Presisi

Mekanisme molekuler kanker melibatkan perubahan genetik dan epigenetik yang menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkendali. Pemahaman mekanisme molekuler ini menjadi dasar bagi pengembangan terapi kanker. Mutasi genetik dan modifikasi epigenetik saling berkaitan erat. Mutasi gen dapat mengganggu mekanisme epigenetik, sementara modifikasi epigenetik dapat menyebabkan ketidakstabilan genom dan memicu mutasi. Di sini, kami membahas bagaimana sel dapat berkembang menjadi kanker serta peran teknologi analisis genetik dalam memperdalam pemahaman kita tentang proses tersebut..

Mekanisme Genetik

Salah satu penyebab kanker adalah kurangnya oksigen dalam sel, yang bisa memicu pertumbuhan pembuluh darah baru di sekitar tumor dan membuat sel kanker lebih mudah menyebar. Penelitian oleh Islam et al. menggunakan metode Sanger sequencing dan qPCR (TaqMan Assays) untuk memahami bagaimana mutasi gen mempengaruhi ketersediaan oksigen di sekitar tumor pada kanker kelenjar adrenal dan hubungannya dengan penyebaran kanker. Melalui Sanger sequencing, mereka menemukan adanya perubahan jumlah salinan gen EPAS1, yaitu gen yang aktif saat sel kekurangan oksigen (hypoxia) dan sering dikaitkan dengan berbagai jenis kanker. Selanjutnya, menggunakan qPCR, mereka mengukur apakah perubahan jumlah salinan ini juga menyebabkan peningkatan produksi EPAS1 mRNA.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak salinan gen EPAS1, semakin tinggi ekspresi gennya, yang ternyata berkaitan dengan lokasi tumor. Hal ini menunjukkan bahwa EPAS1 mungkin berperan dalam perkembangan kanker dan penyebarannya, serta bisa digunakan untuk memprediksi perkembangan penyakit.

Islam F, Pillai S, Gopalan V, et al. Identification of Novel Mutations and Expressions of EPAS1 in Phaeochromocytomas and Paragangliomas. Genes (Basel). 2020;11(11):1254. Published 2020 Oct 24. doi:10.3390/genes11111254

Genotyping menggunakan TaqMan Assays adalah metode yang efektif untuk menghubungkan mutasi genetik dengan perubahan dalam jalur kanker dan perilaku sel kanker. Salah satu contoh mutasi yang sering ditemukan adalah mutasi missense pada gen TP53, yang merupakan mutasi paling umum pada berbagai jenis kanker. Mutasi ini mengubah fungsi protein (gain of function/GOF) yang berperan dalam perkembangan kanker dan meningkatkan keganasannya.

Selain itu, kehilangan TP53 wild type akibat loss of heterozygosity (LOH) ditemukan pada lebih dari 93% kasus kanker manusia. Pada banyak kasus kanker metastatik, mutasi GOF sering terjadi bersamaan dengan LOH. Sebagai contoh, pada kanker usus besar dan rektum (Colorectal Cancer (CRC)), baik LOH pada TP53 tipe liar maupun mutasi GOF pada p53 diperlukan untuk terjadinya metastasis. Namun, bagaimana kedua mutasi ini bekerja bersama dalam meningkatkan keganasan kanker masih belum sepenuhnya dipahami.

Untuk menyelidiki mekanisme ini, Nakayama et al. menggunakan metode SNP genotyping dengan TaqMan Assays untuk mempelajari hubungan antara mutasi GOF dan LOH dalam berbagai mutasi gen pendorong CRC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi kedua mutasi ini mengaktifkan jalur inflamasi dan faktor pertumbuhan, yang dapat berkontribusi pada keganasan kanker. Para peneliti menyarankan bahwa menghambat mutasi GOF pada p53 atau menekan LOH pada TP53 bisa menjadi strategi potensial untuk mencegah metastasis pada kanker kolorektal.

Nakayama M, Hong CP, Oshima H, et al. Loss of wild-type p53 promotes mutant p53-driven metastasis through acquisition of survival and tumor-initiating properties. Nat Commun. 2020;11(1):2333. Published 2020 May 11. doi:10.1038/ s41467-020-16245-1

Mekanisme Epigenetik

Sekitar 10–15% kasus kanker usus besar dan rektum (Colorectal Cancer /CRC) memiliki banyak mutasi pada bagian DNA yang berulang, yang disebut ketidakstabilan mikrosatelit (microsatellite instability/MSI). Hal ini diduga terjadi karena sistem perbaikan DNA dalam sel (mismatch repair/MMR) tidak berfungsi dengan baik. Salah satu penyebab gangguan ini adalah perubahan kimia pada DNA yang disebut hipermetilasi, yang dapat mematikan gen yang seharusnya berperan dalam memperbaiki DNA yang rusak.

Selain itu, perubahan epigenetik seperti metilasi DNA, peningkatan mikroRNA, dan modifikasi histon dapat mengganggu cara kerja gen dan berkontribusi terhadap perkembangan kanker. Sel yang mengalami gangguan sistem perbaikan DNA cenderung memiliki lebih banyak mutasi, yang bisa menyebabkan pertumbuhan sel tidak terkendali. Namun, dalam banyak kasus kanker yang terjadi secara sporadis (tidak diturunkan), mutasi langsung pada gen perbaikan DNA bukanlah penyebab utama. Sebaliknya, perubahan epigenetik yang menghambat gen perbaikan DNA tersebut lebih mungkin menjadi pemicunya.

Untuk memahami lebih dalam bagaimana perubahan epigenetik ini berperan dalam kanker, para peneliti menggunakan teknik analisis DNA dan ekspresi gen. Studi yang menggunakan metode sekuensing Sanger menemukan bahwa sebagian besar kanker usus besar dan rektum (Colorectal Cancer /CRC) dengan MSI tinggi disebabkan oleh mutasi pada gen perbaikan DNA yang terjadi setelah lahir, bukan karena faktor keturunan. Saat ini, terapi yang menargetkan perubahan epigenetik mulai dikembangkan untuk membantu mengobati beberapa jenis kanker.

Ketidakseimbangan mikroRNA (miRNA) bisa menjadi salah satu penyebab epigenetik  kanker. miRNA adalah molekul kecil yang berperan dalam mengatur bagaimana gen bekerja. Jika jumlahnya terlalu banyak, miRNA bisa menghambat produksi protein penting yang dibutuhkan sel agar tetap sehat. Biasanya, miRNA menempel pada bagian tertentu dalam DNA yang tidak menghasilkan protein. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa miRNA juga bisa menempel pada bagian DNA yang berfungsi menghasilkan protein. Jika ini terjadi, gen yang seharusnya mencegah kanker bisa terganggu.

Sebagai contoh, dalam penelitian terbaru, ditemukan adanya mutasi dalam gen supresor yang biasanya mencegah pertumbuhan tumor di ovarium (tumor sel granulosa). Mutasi ini menciptakan tempat bagi miRNA untuk menempel, sehingga gen supresor ini menjadi tidak aktif. Ketika miRNA menempel pada mRNA penekan tumor, hal ini menyebabkan mRNA tersebut hancur dan mengurangi jumlah protein penekan tumor yang dihasilkan, sehingga fungsinya dalam mencegah kanker menjadi lemah.

Melalui analisa ekspresi miRNA menggunakan Taqman Asssays, para peneliti menemukan bahwa semakin tinggi jumlah mutasi ini, semakin ganas juga tumornya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mutasi tersebut bisa menjadi petunjuk dalam menentukan pengobatan yang lebih tepat bagi pasien dengan jenis kanker ini.

Shin E, Jin H, Suh DS, et al. An alternative miRISC targets a cancer-associated coding sequence mutation in FOXL2 [published correction appears in EMBO J.2021 Aug 16;40(16):e108163]. EMBO J. 2020;39(24):e104719. doi:10.15252/embj.2020104719

Teknologi microarray telah digunakan selama lebih dari 20 tahun untuk menganalisis ekspresi gen. Teknologi ini masih sangat berguna untuk memahami bagaimana gen diatur dan berperan dalam perkembangan kanker. Sebagai contoh, miRNA bisa mempengaruhi perubahan bentuk dan perilaku sel kanker. Salah satu proses penting dalam penyebaran kanker adalah perubahan sel epitel (yang biasanya tetap di tempatnya) menjadi sel mesenkimal (yang lebih mudah bergerak). Proses ini disebut epithelial-to-mesenchymal transition (EMT) dan membuat sel kanker lebih mudah menyebar ke bagian tubuh lain.

Namun, agar kanker bisa tumbuh di tempat baru, sel-sel tersebut juga harus kembali ke bentuk semula dalam proses yang disebut mesenchymal-to-epithelial transition (MET). Sayangnya, dibandingkan EMT, mekanisme MET masih belum dipahami dengan baik.

Sebuah penelitian oleh Xu et al. dan timnya mencoba memahami peran miRNA dalam proses ini, terutama pada  besar kanker usus besar dan rektum (Colorectal Cancer /CRC) yang telah menyebar ke hati. Penyebaran kanker ke hati adalah penyebab utama kematian pada pasien CRC. Dalam penelitian ini, mereka menganalisis miRNA dalam sel kanker dengan RT-qPCR with Applied Biosystems™ TaqMan™ human miRNA microarrays yang memiliki probes/marker untuk miRNA yang sudah diketahui saat ini. Hasilnya menunjukkan bahwa penurunan invasi sel CRC dalam hati berhubungan dengan meningkatnya ekspresi miRNA yang diambil dari hepatocyte exosomes. Penelitian ini menunjukkan bahwa miRNA bisa menjadi faktor penting dalam menentukan bagaimana kanker menyebar dan berkembang, serta membuka peluang baru untuk penelitian pengobatan kanker di masa depan.

Xu H, Lan Q, Huang Y, et al. The mechanisms of colorectal cancer cell mesenchymal epithelial  transition induced by hepatocyte exosome-derived miR-203a-3p. BMC Cancer. 2021;21(1):718. Published 2021 Jun 19. doi:10.1186/s12885-021-08419-x

Setiap mutasi genetik baru yang ditemukan berperan dalam perkembangan kanker berpotensi menjadi target untuk pengembangan terapi kanker yang lebih baik. Memahami secara mendalam bagaimana mutasi tersebut memengaruhi keganasan sel kanker adalah langkah penting untuk menemukan cara pengobatan yang lebih efektif.

Saat ini, teknologi genetik seperti qPCR, capillary electrophoresis (sequencing), dan microarray terus berkembang pesat. Kemajuan ini memungkinkan para peneliti untuk menggali lebih dalam berbagai mekanisme yang menyebabkan kanker, sehingga dapat menemukan metode baru dalam memahami dan mengatasi penyakit ini.

  • Menjaga yang Tak Terlihat: Tantangan dan Terobosan dalam Sterilitas Terapi Sel
    Produksi terapi sel, terutama seperti CAR-T, merupakan proses kompleks dan sangat sensitif terhadap kontaminasi mikroba. Keberhasilan terapi tidak hanya ditentukan oleh efikasi biologis, tetapi juga oleh seberapa steril dan aman produk yang diberikan ke pasien. Dalam konteks ini, pengujian kesterilan menjadi elemen krusial dalam memastikan…
  • Genomic Breeding untuk Tanaman, Mulai Dari Mana?
    Sebelumnya, kita telah membahas bagaimana pemuliaan tanaman berperan penting dalam menghasilkan varietas unggul dengan sifat-sifat yang diinginkan, seperti tahan penyakit, produktivitas tinggi, atau adaptif terhadap perubahan iklim. Seiring kemajuan ilmu pengetahuan, kini proses pemuliaan tidak lagi terbatas pada metode konvensional. Berkat perkembangan teknologi genomik, kita…
  • Benih Masa Depan: Inovasi Genetik dalam Pemuliaan Tanaman
    Seperti yang kita tahu melalui hukum mendel bahwa sifat dapat diwariskan. Eksperimennya menyilangkan kacang polong menunjukkan bahwa sifat-sifat tanaman diturunkan dari induk melalui “faktor pewarisan” (yang sekarang kita kenal sebagai gen). Hukum Mendel ini menjadi pondasi penting dalam semua praktik pemuliaan tanaman hingga sekarang. Pemuliaan…
  • FREE WEBINAR | Back to the Basics of A–T–G–C: The Enduring Power of Sanger Sequencing
     ⚙️Sejak dikembangkan pada tahun 1977 oleh Frederick Sanger, metode Sanger sequencing tetap menjadi standar emas dalam teknologi pengurutan DNA. Meskipun telah hadir teknologi next-generation sequencing (NGS), Sanger sequencing masih memegang peran penting dalam berbagai aplikasi penelitian karena akurasinya, kesederhanaan metode, dan efektivitas biayanya untuk proyek…
  • FREE WEBINAR : The Role of Chromosomal Microarray Analysis (CMA) in Diagnosing Genetic Disorders
    ⚙️Chromosomal Microarray Analysis (CMA) telah menjadi metode diagnostik utama dalam mendeteksi kelainan genomik submikroskopik seperti copy number variations (CNVs), yang sering tidak terdeteksi melalui teknik konvensional seperti karyotyping 🧬 Menurut American College of Medical Genetics (ACMG), CMA direkomendasikan sebagai first-tier test untuk analisis genetik pascanatal…